Minggu, 15 Januari 2017

Tambang Emas Ilegal di Pulau Buru karena pencemaran bahan Merkuri dan Sianida




Pulau Buru merupakan salah satu pulau besar di Kepulauan Maluku. Dengan luas 8.473,2 km², dan panjang garis pantai 427,2 km, Pulau Buru menempati urutan ketiga setelah Pulau Halmahera di Maluku Utara dan dan Pulau Seram di Maluku Tengah. Secara umum Pulau Buru berupa perbukitan dan pegunungan. Puncak tertinggi mencapai 2.736 m.
Pulau ini terkenal sebagai pulau pengasingan bagi para tahanan politik pada zaman pemerintahan Orde Baru Presiden Soeharto.


Sawah luas hijau menghampar. Padi menguning bagaikan emas. Itulah lembah Waeapo. Bagaimana kalau mata sedikit dialihkan memandang ke atas, ke perbukitan Waeapo? Syair klasik tadi seolah berganti jadi lagu 'Tenda Biru'-nya Dessy Ratnasari. Sejauh mata memandang, dan sebagaimana juga terekam di citra satelit, ribuan tenda biru luas menghampar. Dan selama jam masih berputar, butiran emas sungguhan didulang tiada henti. Yang satu tidak menghilangkan yang lain, kedua penampakan itu sekarang membentang bersama di Kecamatan Waeapo, Kabupaten Buru. 

Tenda biru yang berserakan bukanlah tenda resepsi pernikahan ala Dessy Ratnasari. Dia cuma terpal plastik warna biru seperti yang biasa dipakai pedagang kaki lima atau tenda darurat para pengungsi. Terpal plastik itu menjadi tenda dan penutup bagi lubang-lubang galian emas yang sedang digarap para penambang emas ilegal, alias para pelaku penambangan emas tanpa izin (PETI). Disebut ilegal karena resminya Pemerintah Kabupaten Buru sudah memerintahkan penutupan tambang-tambang emas milik rakyat yang berada di kawasan Gunung Botak dan sekitarnya itu. 

Demam berburu emas memang sedang dan masih terus melanda Pulau Buru: negeri yang didaulat jadi lumbung pangan Provinsi Maluku dan menjadikan Lembah Waeapo sebagai sentra produksi berasnya. Pemkab Buru mulai mencatat fenomena itu di websitenya pada 
Desemberr 2011. Dikisahkan: sudah lebh dari sebulan terakhir ratusan warga sibuk mendulang emas dengan menggunakan kuali dan peralatan seadanya. Sehari mereka bisa menjual emas yang diperoleh seharga Rp 300 ribu. Kalau mau berdiam lebih lama di bawah tenda biru dan mengumpulkan lebih banyak emas, mereka bisa mengantongi uang hingga puluhan juta rupiah. 

Emas pertama kali diketemukan, kata paparan Pemkab Buru tadi, di daerah yang disebut Gunung Warmoly, gunung kecil di kawasan perbukitan Desa Wamsait. Ceritanya, pada suatu malam, sang penemu pertama yang bernama Susyono, mendapat mimpi yang menunjukkan kalau di gunung itu terdapat emas. Esok harinya ia pun menuruti petunjuk itu, menggali di lokasi yang dibisikkan dalam mimpi, dan benar-benar menemukan emas. Senang dengan temuan itu, setiap hari ia bolak-balik ke sana. Lama-kelamaan para tetangga menaruh curiga dan akhirnya membuntuti Susyono. Melihat apa yang ditemukan Susyono, para tetangga itu pun ikutan berburu emas. Lantas, kabar adanya emas ini dengan cepat menyebar ke segenap penjuru. 

Namun saat ini pemerintah kabupaten buru menutup pertambangan secara total,  di pulau tersebut di karenakan ilegal, kerusakan lahan, dan pencemaran bahan merkuri dan sianida. 4 ribu penambang akan di pulangkan akhir, sebagian besar penambang berasal dari sumatra, sulawesi, dan maluku utara. Penambang bisa menghasilkan uang 600rb perhari.

Hampir semua penambang keberatan atau menyayangkan penutupan penambangan ini, karena penghasialan yang lumayan setiap harinya. Bukan hanya penambang, ojek beserta warung pun kini siap menanggung imbasnya . contohnya saja warung di daerah sekitar penambangan bisa memiliki omset hingga 1jt perhari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar