Minggu, 15 Januari 2017

Pemerintah kemana ? disaat warga pulau Romang sengsara akibat Pertambangan Emas


Gambaran Umum
Secara administratif pulau Romang dalam kecamatan Pulau Romang, yang merupakan salah satu kecamayan yang baru di mekarkan dari kecamatan induknya yaitu pulau-pulau yang terselatan berdasarkan keputusan bupati. Maluku barat daya nomor 14 -100 tahun 2012 tentang penetapan kode dan data administrasi pemerintahan kabupaten maluku barat  daya tahun 2012, namun merupakan hak uialat/adat dari ketiga desa ( Solath, Hila, dan jerusu ) yang ada di pulau Romang.
Pulau romang secara di geografis di batasi oleh , sebelah Selatan yaitu Kecamatan Kisar Utara, Utara oleh Laut Banda, Timur oleh Kecamatan Damer, dan Barat oleh Laut weter . luas wilayah kecamatan pulau Romang sebesar 1.129,6 km2 , meliputi luas daratan sebesar 192,20 km2 dan luas laut dengan wilayah kelola kabupaten ( 0-2 mil ) sebesar 465,8 km2, dan wilayah kelola (2-4mil) sebesar 472,6 km2 dengan panjang garis pantai 121,76 km.

Tambang Emas yang membuat Sengsara Warga Pulau Romang

Bertahun-tahun sudah warga protes operasi tambang emas PT Gemala Borneo Utama (GBU) di Pulau Romang, Maluku, tetapi tak mendapat respon serius pemerintah. Kerusakan lingkungan dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terjadi. Kasus sudah dilaporkan ke Pusat, dari DPR RI, KPK, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral,  sampai Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Oktober 2016, anggota Komisi VII DPR mengadukan laporan masyarakat soal kasus Pulau Romang kepada  KLHK. Eksplorasi perusahaan selama 10 tahun dinilai sangat merugikan masyarakat. Belum ada respon, KontRas pun mengadukan kasus lagi ke Direktorat Penegakan Hukum KLHK, Senin (9/1/17).
Haris Azhar, Koordinator KontraS mengatakan, kehadiran perusahaan memberikan kerugian kepada warga.
”Hasil madu hutan berkurang, pala dan cengkih hilang salah satu karena kabel kupas perusahaan dan agar-agar (rumput laut) yang hilang sejak ada perusahaan,” katanya di Jakarta.
Tak hanya itu, dokumen Analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) terbitan Pemerintah Maluku dinilai tak beres. Baik segi substansi maupun keterlibatan masyarakat sekitar, mereka  tak pernah ikut serta menyusun dokumen lingkungan. GBU, anak usaha Robust Resources ini dalam Amdal menyebutkan, Pulau Romang mendapatkan izin eksplorasi tambang seluas 250 km persegi.
Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan luas Pulau Romang hanya 192,2 km persegi. Sisi lain, berdasarkan UU Nomor 1/2014 tentang Perencanaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, pulau kecil kurang dari 2.000 km pemerintah tak boleh ada pertambangan.
Selain itu, kerusakan lingkungan juga menjadi keluhan warga. Sejak ada GMU, panen pala dan cengkih turun drastis dampak pengeboran sekitar perkebunan, banyak tanaman rusak. Padahal dulu, tanaman ini komoditas andalan masyarakat. Rumput laut pun tak luput dari kerusakan bahkan sudah sulit ditemukan.Dulu, sebelum GMU ada, katanya, pengakuan warga, sebelum GMU beroperasi, di Desa Solath,  untuk sandar perahu hanya tersisa satu jalur karena penuh rumput laut (bahan bikin agar-agar).  Kini, nyaris tak ada.
Hasil madu masyarakat juga berkurang drastis. Biasa, madu sekali panen bisa menghasilkan lima sampai 10 liter, atau setara tiga jerigen minyak. Setelah kehadiran tambang, madu berkurang hanya satu sampai dua liter. Penyebabnya, lebah enggan bersarang karena ada bunyi-bunyian aktivitas tambang.
Operasi GBU juga membuat debit air berkurang. Di Desa Hila,  misal, selain berkurang, air juga menjadi keruh. Bahkan ada juga beberapa mata air kering.Menurut dia, operasi GBU telah melanggar HAM, seperti hak atas air bersih dan aman, jaminan kelompok minoritas dan masyarakat adat, akses keadilan, kebebasan bergerak, pendidikan, pelayanan kesehatan, serta pertanggungjawaban negara dan korporasi.
Problem mendasar, katanya, paradigma pembangunan pemerintah lebih mengutamakan eksploitasi sumber daya alam. Hampir seluruh pulau kecil begitu banyak usaha pertambangan dengan izin oleh pemerintah pusat maupun daerah. “Penerbitan izin-izin ini rata-rata tak mempunyai kajian ekologis kuat dari segi daya dukung lingkungan,” katanya.
Indonesia,  ada 10.936 izin pertambangan, 418 wilayah kerja migas dengan mengkapling 44% daratan Indonesia. Di Pulau Romang, 98,4% daratan sudah dikuasai pertambangan, lima dari 11 IUP di Pulau Romang milik GBU.
Melky mengatakan, pemda berencana merelokasi 3.000 warga Pulau Romang ke Pulau Wetar. Baginya, bukan solusi bijak mengingat Pulau Wetar 83% sudah dikuasai pertambangan.  Relokasi ini, katanya, akan menambah panjang deretan masalah.
Dia juga menyoroti kerawanan bencana. Pulau Romang,  memiliki risiko bencana tinggi, gempa bumi dan tsunami kategori sedang. Risiko bencana akan makin meningkat seiring masuk pertambangan.
Data KKP 2011, 28 pulau kecil di Indonesia tenggelam dan 24 pulau kecil terancam tenggelam. Kajian Indeks Dampak Perubahan Iklim oleh lembaga dunia Maplecroft juga menyebut 1.500 pulau kecil di Indonesia diprediksi tenggelam pada 2050.
Dia menuntut, pemerintah berani bersikap tegas dan mengevaluasi seluruh izin pertambangan di pulau-pulau kecil. Evaluasi itu, tak hanya soal clear and clean (CnC), lebih menyoal permasalahan substantif terkait kehancuran lingkungan hidup dan merenggut ruang hidup masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar